Kabupaten Bandung, sebelas12.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung akhirnya menggelar audiensi terkait Lahan Kompensasi (lakom) Perusahaan Panas Bumi, Rabu, 1 Maret 2023.
Audiensi digelar di ruang Komisi A, dipimpin Wakil Ketua Komisi, Cep Ana didampingi Anggota Komisi, Riki Ganesa, Hj. Evi Riyanti serta Eka Ahmad Munandar. Sementara Komisi B diwakili, H. Dasep Kurnia Gunarudin.
Pada kegiatan yang dilakukan lintas komisi tersebut, DPRD mengundang PT. Geo Dipa Energi, PT Star Energy Geothermal (SE) Wayang Windu, penggiat lingkungan, Eyang Memet, Jamparing Institut, Dadang Risdal Aziz dan OPD terkait.
Pada kesempatan itu, Project Asisten Manager Patuha 2, Aditya Rahman mengklaim, PT Geo Dipa Energi telah menyiapkan lakom sesuai aturan ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH).
BUMN itu menggunakan kawasan hutan lindung seluas 2,8 hektar di Desa Sugihmukti, Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Sesuai aturan IPPKH, Geo Dipa berkewajiban menyediakan lakom dengan hitungan 1: l02 dari luas lahan yang digunakan proyek panas bumi.
“Kami sudah menyedikan lakom seluas 5,6 hektar di desa yang sama. Itu sesuai aturan IPPKH,” jelas Aditya.
Hal yang sama dikatakan perwakilan SE Wayang Windu. Menurutnya, perusahaan panas bumi itu menyiapkan lakom sebelum surat keputusan (SK) IPPKH turun.
Dari kawasan hutan sekitar 8 Ha yang digunakan proyek, SE Wayang Windu menyiapkan lakom seluas 30 Ha, di antaranya berlokasi di Desa Pananjung, Kecamatan Cangkuang. Pengadaan lakom dilakukan pada 2011 sementar SK IPPKH untuk BUMN yang berlokasi di Pangalengan itu baru turun 2018.
“Seperti punya mesin waktu, SK belum turun lakom sudah disiapkan,” ujar Anggota Komisi A, Riki Ganesa menanggapi penjelasan dari SE Wayang Windu.
Untuk membahas soal lakom, lanjut Riki, pihaknya harus menunggu sampai setahun. Meskipun sempat dilakukan dua kali audiensi, tetapi tidak ada hasil sebab pihak yang punya andil untuk lakom, yakni Geo Dipa dan SE Wayang Windu baru hadir saat ini.
Menurutnya, soal lakom kedua perusahaan panas bumi itu boleh saja mengaku beres, karena secara perijinan memang tidak ada masalah.
“Itu baru pengakuan, kita belum melihat dokumennya dan harus cek lapangan, melihat langsung benar tidaknya lakom itu sesuai aturan IPPKH,” tegasnya.
Riki menambahkan, lakom sebagai pengganti hutan yang digunakan proyek panas bumi. Jadi BUMN tersebut wajib menghutankan lakom dengan tumbuhan endemi yang hilang akibat alih fungsi yang dilakukannya.
”Itu wajib, berapa tumbuhan endemi yang hilang karena hutan diganggu. Selain itu lapisan tanah di hutan itu juga harus diperhitungkan,” katanya.
Sementara penggiat lingkungan, Eyang Memet, mengatakan, hasil penelitian dengan pihak akademisi, sekitar 21 tanaman endemi yang hilang akibat kawasan hutan yang dialih fungsikan oleh Geo Dipa. Tanaman yang hilang itu, di antaranya ki sireun, ki hujan, manglid, huru, rasamala, puspa.
“Jadi lakom itu jangan dijadikan hutan jagung, tetapi tanami dengan tanaman endemi yang hilang karena proyek nasional,” tegasnya.
Ia menjelaskan, untuk menghutankan lakom perbandingannya 30:70, antara hutan produksi dan lindung. Oleh karena itu, boleh saja tanaman produksi seperti alpukat dan jabon ditanam, tetapi arealnya hanya 30% dari luas lakom, sisanya untuk hutan lindung dan harus terus dijaga.
Sementara Ketua Jamparing Institut, Dadang Risdal Aziz, mengatakan secara perijinan katanya beres dan untuk Geo Dipa tinggal revegetasi.
Tetapi ada yang menarik dari penjelasan SE Wayang Windu, karena sebelum keputusan IPPHK turun lakomnya sudah disiapkan.
“Lakom disiapkan 2011, sedangkan SK turun 2018. Secara administrasi menjadi sebuah pertanyaan, takutnya ada sesuatu yang disembunyikan dalam proses penyediaan lakom,” ungkap Risdal.
Lahan hutan yang digunakan PT SE Wayang Windu sekitar 8,9 hektar, tetapi perusahaan menyiapkan lakom hingga 30 hektar lebih. Aturan menegaskan, lakom itu perbandingannya 1:2, berarti kewajibannya hanya 18 hektar.
“Jadi ini bisa saja sebuah indikasi, ada apa dalam prosesnya. Kita harus tahu siapa yang menjual dan mana yang dipakai. Apalagi tempatnya jauh dari lokasi proyek. Untuk saya mendorong DPRD untuk melakukan pengecekan dokumen dan ke lokasi lakom,” kata Risdal.
Sementara Wakil Ketua Anggota komisi A DPRD Kab Bandung, Cep Ana, mengatakan, secara perijinan lakom dua perusahaan panas bumi itu sudah beres.
”Tetapi kita harus hati-hati, apakah penjelasan dari Geo Dipa dan SE Wayang Windu sesuai dengan faktanya,” jelas Cep Ana.
Untuk memastikannya, DPRD akan melakukan cek dokumen dan fakta di lapangan. Hanya dengan dilaksanakannya audiensi tersebut, untuk menjawab pertanyaan yang berkembang di masyarakat tentang lakom. (*Red)