Bandung, sebelas12.com – Dewan Perwakilan Rakyuat Daerah (DPRD) Kota Bandung menggelar Rapat Paripurna dengan agenda penyampaian Pemandangan Umum Fraksi terhadap usulan lima Raperda Baru Kota Bandung, Kamis, 26 Oktober 2023.
Rapat Paripurna ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Kota Bandung H. Achmad Nugraha, D.H., S.H., didampingi para Wakil Ketua DPRD Ir. Kurnia Solihat, dan Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M. Rapat ini dihadiri pula oleh Pj Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono, Sekda Kota Bandung Ema Sumarna, unsur Forkopimda Kota Bandung, serta kepala OPD.
Pada rapat ini, Fraksi Partai Demokratmemberikan pandangannya terhadap usulan Pemerintah Kota Bandung atas lima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).
Usulan Raperda Kota Bandung ini berdasarkan Lembaran Kota (LK) Tahun 2023 Nomor 6 tentang Perubahan Atas Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima; LK Tahun 2023 Nomor 7 Perihal Usul Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; LK Tahun 2023 Nomor 8 Perihal Usul Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Penyelenggaraan Keolahragaan; LK Tahun 2023 Nomor 9 Perihal Usul Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pelarangan, Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol; serta LK Tahun 2023 Nomor 10 Perihal Usul Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Tanah dan Bangunan Milik Daerah.
PKL
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Ir. H. Agus Gunawan membacakan pandangan umum Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Bandung atas Raperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, sebagai berikut:
Fraksi Partai Demokrat melihat persoalan mengenai Pedagang Kaki Lima atau PKL di Kota Bandung memang sangat kompleks dan sering menarik perhatian publik. Sudah sering terdengar stigma atau pandangan negatif mengenai Kota Bandung yang semrawut dan kumuh, karena keberadaan PKL. Para PKL juga kerap kali dituding sebagai salah satu biang kemacetan lalu lintas di sejumlah ruas jalan.
Namun pada sisi yang lain, harus diakui sektor informal seperti yang dilakukan PKL menjadi napas utama ekonomi bagi sebagian masyarakat Bandung di tengah sulitnya menembus lapangan kerja formal. Dengan kata lain, pertumbuhan sektor informal umumnya disebabkan ketidakmampuan sektor formal menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Ada dua tujuan dari pembentukan Perda Nomor 04 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, seperti tercantum pada Pasal 3 Perda tersebut yaitu (1) untuk menciptakan Kota Bandung yang aman, bersih, dan tertib, dan (2) memantapkan Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata.
Saat ini, Perda tersebut telah genap berusia 12 tahun. Sepanjang masa pemberlakuannya, Perda tersebut telah banyak dikaji oleh berbagai kalangan. Yang bernada positif menilai bahwa semangat dari perda tersebut telah mendudukkan dan mengakui PKL sebagai pelaku ekonomi dan merupakan manifestasi ekonomi kerakyatan merupakan manifestasi dari Pancasila dan UUD 1945.
Sementara itu, yang bernada negatif menilai perda tersebut tidak efektif karena faktanya jumlah PKL bertambah dan menyebar di berbagai lokasi. Artinya, konsep zero growth sebagai kebijakan untuk mengatur tidak adanya penambahan jumlah PKL tidak tercapai.
Fraksi Partai Demokrat berharap, dengan adanya Raperda tentang Perubahan atas Perda Kota Bandung No. 04 tahun 2011 ini, maka penataan dan pembinaan PKL akan lebih optimal dan mampu mencapai dua tujuan dari pembentukan perda tersebut.
Salah satu poin penting dari Raperda ini adalah melakukan pembinaan PKL sehingga dapat menjadi pedagang yang mandiri, seperti dalam Pasal 1 angka 20 Raperda ini. Bagaimana strategi konkret dari Pemkot Bandung dalam melakukan Pembinaan ini?
Raperda tentang Perubahan atas Perda Kota Bandung No. 04 tahun 2011 ini tampaknya tidak mengatur lebih lanjut bagaiamana tahapan-tahapan PKL menjadi pedagang yang mandiri. Dikuatirkan, para PKL tidak mendapatkan arahan bagaimana menjadi pedagang mandiri karena seperti pada beberapa kajian, disebutkan pengarahan menjadi pedagang mandiri dilaksanakan oleh Pemkot Bandung hanya pada saat terjadi relokasi, misalnya. Fraksi Partai Demokrat memohon penjelasan kepada Pemkot Bandung.
Raperda ini juga telah mengganti peristilahan tiga zonasi lokasi PKL yakni zona merah, kuning, dan hijau menjadi lokasi sesuai peruntukan dan lokasi tidak sesuai peruntukan. Apa yang mendasari penggantian terminologi atau peristilahan tersebut? Apakah dalam praktiknya penetapan lokasi PKL di Kota Bandung akan berubah peta wilayahnya? Fraksi Partai Demokrat memohon penjelasan kepada Pemkot Bandung.
Bagian penting lainnya dalam Raperda ini adalah keberadaan Satuan Tugas Khusus. Raperda ini tampaknya telah mengatur cukup detail mengenai Satuan Tugas Khusus ini, karena tugas, kewenangan, dan peranannya memang sangat penting dalam penataan dan pembinaan PKL di Kota Bandung. Mengingat Satuan Tugas Khusus ini terdiri dari berbagai unsur lintas sektor Perangkat Daerah, maka bisa dipastikan faktor koordinasi dan kolaborasi jadi kunci, sekaligus tantangan, dalam menjalankan tugasnya. Termasuk koordinasi dengan unsur kewilayahan. Fraksi Partai Demokrat memohon tanggapan kepada Pemkot Bandung.
Lingkungan Hidup
Fraksi Partai Demokrat juga menyampaikan pandangannya terhadap Lembaran Kota Tahun 2023 Nomor 7 Perihal Usul Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Fraksi Partai Demokrat mencermati isu lingkungan hidup adalah salah satu isu penting bagi kita hari ini di berbagai tingkatan, baik secara lokal maupun global. Kita menyadari betapa bumi yang kita huni selama ini telah mengalami banyak kerusakan karena berbagai aktivitas manusia. Sejumlah kejadian bencana alam dan fenomena perubahan iklim adalah contoh nyata menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Melihat strategisnya persoalan lingkungan hidup ini, maka Fraksi Partai Demokrat menilai penyusunan Raperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan kita atas lingkungan yang nyaman, aman, dan sehat.
Secara implisit, hal ini tercantum dalam dua tujuan pertama RPPLH daerah kota yakni, mewujudkan kota layak huni yang berkelanjutan dan ramah lingkungan serta peningkatan kualitas Lingkungan Hidup dan pelestarian fungsi Ekosistem secara berkelanjutan.
Fraksi Partai Demokrat sangat mendukung adanya Perda yang bisa mendorong upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi Lingkungan Hidup dan mencegah terjadinya kerusakan Lingkungan Hidup di Kota Bandung.
Bagaimana pun, Raperda tentang RPPLH ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup serta untuk menjamin pelaksanaan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan di Kota Bandung.
Artinya, perda ini diharapkan mampu membuat lingkungan hidup tetap terjaga di tengah derap pembangunan kota yang kian pesat. Sehubungan dengan pentingnya Raperda ini, Fraksi Partai Demokrat juga menyampaikan sedikit catatan sebagai berikut:
Untuk mencapai tujuan dan sasaran RPPLH Daerah Kota, disusun adanya Strategi dan Skenario. Pada Pasal 11, tercantum adanya Skenario 3 (tiga) periode RPPLH di mana masing-masing periode berdurasi sepuluh tahun. Yang menarik bagi Fraksi Partai Demokrat adalah variabel pengembangan teknologi, yang baru dimunculkan pada skenario 10 (sepuluh) tahun kedua, yang ditujukan untuk peningkatan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup.
Apa yang menjadi pertimbangan logis bahwa pengembangan teknologi dilakukan pada skenario 10 tahun kedua? Mengapa tidak sejak skenario 10 tahun pertama pengembangan teknologi dilakukan secara simultan? Bukankah teknologi saat ini sudah sedemikian berkembangnya? Fraksi Partai Demokrat meminta penjelasan kepada Pemkot Bandung.
Seperti diketahui bersama, persoalan lingkungan hidup seringkali tidak mengenal batas wilayah administratif. Kualitas lingkungan hidup suatu wilayah senantiasa dipengaruhi wilayah lainnya. Dalam konteks ini, Pemerintah Kota Bandung perlu mengomunikasikan berbagai kebijakan dan program yang dimilikinya dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota lain yang berbatasan, demikian juga dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Sehubungan dengan hal itu, bagaimana langkah Pemerintah Kota Bandung untuk bersinergi dan bekerja sama dengan pihak lain untuk memastikan agar Perda ini dapat dijalankan dengan efektif? Fraksi Partai Demokrat meminta penjelasan kepada Pemkot Bandung.
Keolahragaan
Mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Fraksi Partai Demokrat menilai penerapan program keolahragaan yang terencana dengan baik diyakini dapat mengubah tatanan kehidupan suatu negara, bahkan dunia, agar menjadi lebih baik. Hal ini telah dideklarasikan secara global oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seiring zaman, Indonesia pun telah mengembangkan berbagai payung hukum terkait keolahragaan, termasuk dengan lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan Nasional. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang menjadi acuan dalam pengembangan olahraga nasional.
Dengan berbagai perkembangan yang ada, munculnya inisiatif untuk menyusun Raperda tentang Penyelenggaraan Keolahragaan di Kota Bandung perlu didukung dengan baik. Fraksi Partai Demokrat berharap Raperda ini mampu menjawab kebutuhan masyarakat Kota Bandung saat ini menyangkut berbagai hal terkait dunia olah raga. Dengan kata lain, Raperda ini diharapkan lebih artikulatif dalam mengikuti perkembangan zaman dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, yakni Perda Nomor 21 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga dan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 21 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.
Hal ini terlihat dari sejumlah ketentuan yang mengatur mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan dan informasi keolahragaan. Meskipun dalam Perda terdahulu pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi telah didorong untuk diterapkan, namun dalam Raperda ini tampaknya lebih detail dan adaptif dengan perkembangan zaman.
Akan tetapi, Fraksi Partai Demokrat memberi beberapa catatan mengenai hal ini. Sebagai Raperda yang akan mengatur mengenai penyelenggaraan keolahragaan di Kota Bandung, tentunya program evaluasi menjadi faktor penting dalam menjaga perkembangan pembangunan bidang keolahragaan di Kota Bandung, seperti tercermin dalam pasal 61 ayat (4) Raperda ini. Evaluasi tersebut didasarkan atas data kajian atau penelitian.
Namun demikian, ayat (3) pasal tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah Kota dapat melakukan kajian atau penelitian secara berkala di lingkungan Pemerintah Daerah Kota minimal 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Apa yang menjadi pertimbangan rentang waktu 5 (lima) tahun untuk melakukan kajian? Tidakkah terlalu panjang rentang waktu yang dialokasikan mengingat perkembangan dunia olah raga tentunya cukup pesat? Fraksi Partai Demokrat meminta Pemkot Bandung menjelaskan hal itu.
Masih berkaitan dengan perkembangan zaman, khususnya menyangkut perkembangan teknologi. Kita melihat dunia olah raga hari ini telah begitu berkembang dan salah satunya dengan munculnya electronic sports atau e-sports sebagai salah satu olah raga yang digemari masyarakat, khususnya anak muda. Demikian juga di Kota Bandung. Bahkan Pemerintah Indonesia melalui Kemenpora bersama Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) telah meresmikan e-sports sebagai cabang olahraga prestasi di Indonesia, dan menunjuk Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI) sebagai induk cabang olahraga e-sports.
Raperda ini tidak secara detail memuat pengaturan mengenai pengembangan dan pembinaan e-sports. Pasal 18 ayat (1) Raperda ini hanya menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah Kota membina dan mengembangkan olahraga yang berbasis teknologi digital/elektronik. Padahal kita melihat, potensi e-sports hari ini demikian besar dan akan terus berkembang. Fraksi Partai Demokrat meminta penjelasan Pemkot Bandung akan kondisi itu.
Secara umum, Fraksi Partai Demokrat menganggap keberadaan Raperda ini demikian penting untuk kemajuan bidang keolahragaan di Kota Bandung. Terlebih, keolahragaan daerah bertujuan di antaranya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kecerdasan, dan kualitas manusia serta menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, kompetitif, dan disiplin, seperti tercantum dalam Pasal 3 Raperda ini.
Minuman Beralkohol
Fraksi Partai Demokrat menilai Raperda tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol tentunya bertujuan mulia, untuk mencegah penyalahgunaan alkohol yang dapat berdampak buruk pada kehidupan masyarakat. Kita telah sering mendengar betapa banyak konflik atau tindak kriminal yang dipicu akibat konsumsi minuman beralkohol.
Meskipun Raperda ini terbilang ringkas, hanya terdiri dari 13 Bab dan 22 Pasal, namun Fraksi Partai Demokrat berharap melalui Raperda ini masyarakat lebih terlindungi dari dampak buruk konsumsi minuman beralkohol.
Raperda ini juga dapat dikatakan cukup realistis karena memiliki semangat pengaturan dan pengendalian, ketimbang pelarangan total. Sementara itu, pelarangan secara tegas telah dimuat dalam Raperda ini, khususnya menyangkut larangan mengonsumsi minuman oplosan. Hal ini teramat penting, mengingat setiap tahun kita mendengar pemberitaan tentang kasus miras oplosan yang merenggut korban jiwa.
Data monitoring yang dilakukan lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) misalnya, dari tahun 2008 sampai 2018 total korban tewas di Indonesia akibat miras oplosan mencapai 837 orang dengan sekitar 300 orang tewas selama tahun 2008 dan 2013, yang melonjak tajam sepanjang tahun 2014 hingga 2018 dengan jumlah korban mencapai lebih dari 500 orang.
Raperda ini juga menempatkan faktor pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol sebagai hal penting. Seperti terlihat pada BAB VI tentang adanya Tim Terpadu Pengawasan dan Pengendalian yang dibentuk Wali Kota. Tim ini terdiri dari sejumlah Perangkat Daerah lintas sektor.
Meskipun Tim Terpadu ini akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Wali Kota, namun tentunya Pemerintah Kota Bandung telah memiliki gambaran awal bagaimana mekanisme kerjanya. Apakah bekerja secara proaktif atau menunggu laporan dari masyarakat? Selain itu, bagaimana Pemerintah Kota Bandung memastikan Tim Terpadu ini dapat bekerja secara konsisten? Fraksi Partai Demokrat memohon penjelasan dari Pemkot Bandung.
Hal lain yang ingin Fraksi Partai Demokrat cermati adalah menyangkut pentingnya sosialisasi atau kampanye untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya konsumsi minuman beralkohol, terutama minuman oplosan. Raperda ini tampaknya perlu memuat program terkait pencegahan konsumsi alkohol melalui pemanfaatan berbagai media, baik itu media massa, media sosial, dan media luar ruang. Fraksi Partai Demokrat meminta Pemkot Bandung menanggapi hal tersebut.
Aset Daerah
Mengenai Lembaran Kota Tahun 2023 Nomor 10 Perihal Usul Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Tanah dan Bangunan Milik Daerah, Fraksi Partai Demokrat mengamati bahwa Pemkot Bandung tampaknya telah mempertimbangkan dengan cermat seluruh aspek yang melatarinya. Oleh karena itu, Fraksi Partai Demokrat dapat menyetujui Raperda ini untuk segera diberlakukan dan diundangkan. (*Red)