Bandung, sebelas12.com – Panitia Khusus (Pansus) 7 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung menggelar rapat kerja (raker) pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penataan & Pengembangan Ekraf Kota Bandung, di Ruang Bappemperda, DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi Kota Bandung, Selasa (29/9/2020).
Hadir dalam raker Komisi 7 DPRD Kota Bandung tersebut, Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, Badan Perencanaan Pengembangan, Penelitian, dan Pembangunan (Bappelitbang) Kota Bandung, dan Bagian Hukum Pemerintah Kota Bandung.
Ketua Pansus 7, Asep Mulyadi, mengatakan bahwa, leading sector ekonomi yang dikelola Dinas Budaya dan Pariwisata, diharapkan bisa lebih fokus dan menjadi brand image Kota Bandung, dikarenakan Disbudpar tidak bisa mengurus semua sector ekonomi.
“Tujuan perda, menjadikan penataan dan pengembangan juga pengarusutamaan ekonomi di Kota Bandung. Namun jika semua sector dibebankan pada Disbudpar, akan terlalu besar dan tidak akan terkendali. Karena di luar itu pun sudah dibahas oleh Disdagin dan UMKM. Maka di luar itu, potensi-potensi di luar itu bisa dikelola menjadi fokus Disbudpar. Misal musik, pengembangan aplikasi, seni pertunjukan, dan lain-lain,” papar Asep.

Sementara itu, Anggota Pansus 7 DPRD Kota Bandung, Folmer Siswanto M. Silalahi, ST, mengatakan, penentuan leading sector tersebut perlu adanya perbaikan atau evaluasi tahunan.
“Fokus 1 dulu, apa saja leading sectornya, baru kembangkan sub sektor lain. Fashion, kriya, dan kuliner, itu hal yang bisa dianggap leading sector. Akan menjadi hak untuk sub-sector lain biar bisa berkembang. Maka perlu adanya revisi tahunan atau dipercepat sesuai kebutuhan. Harus lugas harus bisa diprediksi, misal 2 tahun ke depan untuk bisa melakukan perbaikan,” ujar Folmer.
Selain itu Anggota Pansus 7, Sandi Muharam, SE, juga menambahkan penentuan Leading sector tersebut harus objektif, agar dipahami oleh sector ekonomi lainnya di Kota Bandung.
“Ada dua pertimbnagan, dengab alasannya yang kuat. Pertama, ketika Perda fokus ke beberapa sub sector unggulan, konsekuensinya sub sector lain tidak terperhatikan. Jangan sampai, leading sector membuat sector lain tidak terperhatikan. Artinya leading sector harus ada, namun jadi perhatian, adalah memberikan pemahaman yg harus adil pada sector lain. Kedua, harus ada alasan dijadikan leading sector harus objektif dan yang bisa dipahami dengan sub sector lain,” terangnya. (*Red/Adv)