Bandung, sebelas12.com – Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Dr. H. Radea Respati Paramudhita, menanggapi persoalan belum optimalnya pengelolaan aset oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, seakan memandang hal ini sebagai suatu paradoks.
Satu sisi, Pemkot Bandung memiliki program layanan sertifikasi online yang dapat mengakomodir masyarakat untuk mengajukan sertifikat secara online yang terintegrasi.
Satu sisi yang lain, ketika masyarakat sudah mampu memanfaatkan layanan sertifikasi online sesuai yang ditargetkan pemerintah. Namun, dalam ranah pemerintah itu sendiri belum bisa merapihkan aset miliknya.
Hal ini menjadi hal pertama yang dipertanyakan Radea kepada OPD terkait aset setelah menjabat sebagai Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, yang baru menjabat selama satu bulan ini.
“Itu yang ditanyakan oleh saya dalam posisi kepada OPD terkait,” ujarnya saat menjadi narasumber di Basa Basi Podcast Pokja PWI Kota Bandung, Kamis 31 Oktober 2024.
Kabar terbaru, saat ini ada dua kantor pemerintahan kewilayahan di Kota Bandung yang digugat oleh pihak yang mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan di kantor tersebut.
Berdasarkan dari pengalamannya selama ini, dirinya memandang memang persoalan aset baik itu lahan atau tanah ini memang memakan waktu yang tidak sebentar. Selain itu, persoalan akan semakin rumit bila ada pihak yang saling mengklaim satu sama lain berdasarkan data yang diyakini masing-masing pihak.
“Masalah tanah tersebut tentu juga adalah saling mengklaim, saling mengandalkan data-data yang mereka miliki berdasarkan keyakinan. Dan pemerintah Kota Bandung juga sama berdasarkan keyakinan (data) yang dimiliki,” tuturnya.
Menurutnya, dalam menindaklanjuti aset yang bermasalah, aset yang belum kunjung diketahui siapa yang berhak atas kepemilikan yang sah, jalur pengadilan hukum.
“Saya belajar karena saya juga konsultan hukum Jaswita Jabar sebelum menjadi anggota DPRD Kota Bandung, kita beberapa kali menyelesaikan aset-aset bermasalah di pemerintahan Jawa Barat. Yang mana sering kali digugat dan dipermasalahkan,” paparnya.
“Cuma karena penanganannya tepat, kita selesaikannya dengan ranah hukum di pengadilan. Alhamdulillah hal-hal tersebut bisa terselesaikan meskipun agak cukup lama,” imbuhnya.
“Jadi untuk hal ini saran saya adalah ketika memang betul ada permasalahan yang terjadi tentu harus diselesaikan berdasarkan hukum. Kita bawa ke ranah pengadilan,” ungkapnya.
Namun dirinya juga menegaskan, bahwa kita harus fair.
“Ketika secara hukum bahwa itu adalah milik Pemerintah kota Bandung, maka pihak yang mengklaim harus mengalah. Atau malah sebaliknya, ketika ditetapkan bahwa itu bukan aset Kota Bandung tapi milik pihak lain, ya harus fair juga,” ujar Radea.
Untuk itu, hal terpenting lainnya Pemkot Bandung harus juga bisa melakukan pengamanan aset. Agar kedepan tidak ada lagi pihak-pihak lain yang mengklaim. Aset juga harus bisa dijaga karena bisa menjadi salah satu sumber PAD.
“Aset ini ada dua hal. Yang pertama bagaimana kita mengamankan aset ini menjadi sebuah kekayaan kita. Jangan diambil dan diklaim orang lain dan harus menjadi sebuah pembendaharaan,” ucapnya.
“Yang kedua, aset ini bisa menjadi salah satu sumber APBD kita. Bisa disewakan, bisa dikerjasamakan, bisa menjadi nilai-nilai untuk kota Bandung,” imbuhnya.
Untuk menyasar sesuai tujuan itu, sambung Radea, diperlukan identifikasi yang terbuka dan transparan yang dilakukan oleh dinas terkait. “Mana aset-aset yang merupakan kepemilikan kota Bandung,” ujarnya.
Setelah menginvertarisir aset milik kota Bandung, kata Radea, segera amankan dan jangan ditelantarkan. “Itu yang bisa menyebabkan diklaim oleh orang lain. Tidak dipagar, tidak diberi plang dan tidak dirawat,” katanya.
Selanjutnya, sambung Radea, kita harus memberikan solusi apakah akan diserahkan dan diurus oleh OPD, apakah oleh pihak ketiga, apakah dibutuhkan dibentuk BUMD seperti yang dimiliki Jawa Barat, yakni Jaswita. “Yang betul-betul konsen dan fokus terhadap bagaimana caranya memanfaatkan lahan tersebut menjadi hal yang bermanfaat,” tuturnya.
“Contohnya misalnya, ada lahan yang dijadikan pusat kreatif Jawa Barat yang di Cikutra. Itu juga bagian bagaimana caranya mengurus aset tanah kosong kita jadikan sebuah wahana bisnis. Bisa disewakan jadi PAD, yang pada akhirnya bermanfaat, dan itu akan terhindar dari klaim-klaim pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.
Bentuk-bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk optimalisasi pemanfaatan aset milik daerah. Dapat berupa komersialisasi aset, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG).
Hingga tahun 2023 sekira 4.350 lahan aset Pemkot Bandung masih belum bersertifikat. Secara keseluruhan tercatat ada sekira 17.000 bidang lahan aset Pemerintah Kota Bandung. Pemkot telah mendeklarasikan diri sebagai kota dengan sertifikat pertanahan elektronik yang lengkap pada tahun 2024. (*Red)