Bandung, sebelas12.com – Sejumlah orang tua siswa mengeluhkan adanya dugaan pungutan liar berdalih untuk Sumbangan SPP, terjadi di SMK Negeri 1 Cianjur, Jawa Barat. Alasannya, untuk membeli keperluan sekolah.
Adanya kejadian tersebut, Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat untuk mendalami kasus dugaan pemungutan sekolah.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya mengatakan Disdik Jabar memiliki wewenang sesuai dengan standar temprasi kerja yang membawahi SMA-SMK dan SLB Negeri maupun swasta ini adalah kewenangan untuk mendalami ada pengawas dalam KCD.
“Saya persilahkan pihak yang terkait untuk mendalami permasalahan ini mengecek kasusnya seperti apa dan melakukan langkah-langkah sosialisasi dan juga kalau benar disosialisasikan kalau salah diluruskan,” kata Gus Ahad, sapaan akrabnya, Selasa (1/9/2020).
“Jadi kita bertindak adil termasuk pada pihak komite sekolah yang memiliki niat baik dalam pelaksanaan pendidikan,” tambahnya.
Tak hanya itu, dia menyarankan semua pihak untuk mengacu pada aturan yang berlaku seperti Permendikbud dan Pergub tentang BUPD itu.
Menurutnya perlu adanya sosialisasi terkait wawasan pembedaan antara iuran bulanan pendidikan yang sekarang digratiskan itu berbeda dengan sumbangan masyarakat untuk pendidikan.
“Itu sudah di sosialisasikan pada para kepala sekolah, kalau iuran dipungut oleh pihak sekolah dan sumbangan itu dipungut oleh komite sekolah,” jelasnya.
Menurutnya, sumbangan itu dipungut oleh komite sekolah yang merupakan gabungan dari perwakilan orang tua, siswa serta tokoh masyarakat dan yang terlibat dalam pendirian sekolah.
“Jadi unsur masyarakatnya yang sangat kuat di komite sekolah itu. Ketika konteks sekolah melalui jejaringnya, kemudian menggalang dana bisa dari alumni bisa dari perusahaan-perusahaan di sekitar sekolah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa sumbangan itu memiliki karakter yang dananya tidak ditentukan dan disamaratakan serta waktunya tidak dibatasi.
“Yang harus diwaspadai jangan sampai kepala sekolah menitipkan agenda iuran dalam bentuk dengan judul sumbangan. Karakter dari sumbangan jadi hilang,” pungkasnya. (*Red)