Bandung, sebelas12.com – Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat melakukan kunjungan Study Komparasi ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta untuk mengetahui peran dan fungsi serta mekanisme tata beracara sidang di BK DPRD DKI Jakarta terhadap dugaan pelanggaran kode etik anggota DPRD.
Rombongan BK DPRD Jabar dipimpin langsung oleh Ketua BK, Ir. H. Herry Dermawan, dan Wakil Ketua H. Mirza Agam Gumay, SmHk, dan anggota serta didampingi oleh pejabat Sekretariat Dewan Jabar.
Wakil Ketua BK DPRD Jabar, Mirza Agam Gumay, membenarkan dirinya bersama Ketua dan anggota BK melakukan Study Komparasi ke BK DPRD Provinsi DKI Jakarta, dalam rangka mendapatkan masukan dan informasi tentang kode etik dan tata beracara.
Dalam pertemuan tersebut, lebih bersifat sharing, dimana pihak BK DPRD Jakarta menyampaikan bahwa keberadaan BK sebagai salah satu Alat Kelengkapan DPRD memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam menjaga marwah lembaga legislatif.
Maka BK DPRD Jakarta bersama Fraksi dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) bahu membahu turut mengawasi sikap dan perilaku seluruh Anggota.
Dikatakannya, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) Pasal 121A menyebutkan, bahwa pelaksanaan fungsi MKD DPR RI melalui dua mekanisme, yaitu pencegahan dan pengawasan serta penindakan.
Untuk itu, sesuai Pasal 121A dijelaskan, di antara bentuk pencegahan tersebut dilakukan dengan sosialisasi dan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka mendukung kelancaran kinerja MKD DPR RI.
Keberadaan MKD DPR RI diatur sangat jelas dalam UU MD3, dengan cukup jelas dan sangat besar kegunaannya, bahkan saat beracara Mahkamah juga yang mulia. Hal ini menandakan betapa besarnya kewenangan MKD. Namun, untuk di tingkat DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, tupoksi BK itu dipertegas dan dituangkan dalam Tata Tertib dan Kode Etik Dewan.
Menurut Agam, informasi yang diberikan oleh BK DPRD Jakarta , sebenarnya sama dengan yang BK DPRD Jabar terapkan.
Lebih lanjut Agam menegaskan, tupoksi BK harus dipertegas dalam Tata Tertib dan Kode Etik Dewan, hal ini semata-mata untuk meminimalisir atau memperkecil tingkat penyalahgunaan anggota Dewan dalam menjalankan fungsi kedewanan, sehingga anggota Dewan selalu berpegangan pada kode etik Dewan.
Ia juga mengatakan, pada Pasal 55 s/d 58 Tata Tartib DPRD Jabar menyatakan bahwa Badan Kehormatan bersifat tetap dan dibentuk pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
Untuk itu, tugas BK utamanya adalah mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral Anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD.
Selanjutnya, meneliti, melakukan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi atas pengaduan dan dugaan pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD serta menyampaikan kesimpulan serta hasilnya sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD.
“BK berwenang untuk memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukannya, sekaligus meminta keterangan pelapor, saksi dan/atau pihak terkait lainnya termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lainnya,” katanya.
Dalam Tata Tertib, lanjutnya, diatur mekanisme pengaduan/pelaporan pelanggaran, mekanisme penelitian dan pemeriksaan, serta prosedur penjatuhan sanksi.
“Kita juga sampaikan bahwa BK DPRD Jabar sudah dua tahun ini menggelar BK Award, dan ternyata di DPRD DKI Jakarta belum ada, sehingga mereka banyak bertanya, tentang maksud dan tujuan BK Award dan tata cara peniliannya,” tandasnya. (*Red)