Bandung, Sebelas12 – Derap langkah perkembangan teknologi tak pernah berhenti bergerak seiring berjalannya waktu. Semakin hari, laju perubahan dan terjadi kian cergas mengikuti kebutuhan manusia sebagai subjek perekayasanya yang juga dituntut serba gesit.
Tak cuma cepat, perubahan yang terjadi juga kian kompleks dan spesifik. Kendati kompleks, keberadaannya justru bertujuan untuk menyederhanakan maupun memudahkan manusia dalam pelbagai aktivitas kehidupannya.
Sedari era Revolusi Industri 0.1 yang ditandai dengan kemunculan mesin uap sekitar abad ke-18, hingga era Internet of Things (IoT) yang menjadi ciri khas Revolusi Industri 0.4, rentang waktu yang menjembatani tahapan-tahapan perkembangan periode makin singkat.
Sejalan dengan itu, perkakas hasil produk kebudayaan manusia ini semakin ganas mengintervensi berbagai lini kehidupan. Tak ada ruang-ruang kosong yang tersisa tanpa dijejali teknologi terutama di era IoT di mana batas-batas ruang-waktu melebur dan segala sesuatu serba terkoneksi satu sama lain.
Perkembangan teknologi yang semakin cepat dan kompleks ini berjalan beriringan dengan kebutuhan manusia. Teknologi diciptakan dan digunakan manusia untuk memudahkan. Teknologi telah selalu mencerminkan asas efisiensi kepraktisan yang inheren di dalamnya.
Proses difusi inovasi alias penyebaran gagasan inovasi teknologis yang telah diproduksi biasanya tak sulit dilakukan. Teknologi hasil reka cipta ini biasanya langsung diterima secara natural oleh masyarakat. Namun tak jarang resistensi bermunculan lantaran berbagai alasan. Salah satunya disebabkan penggunaan teknologi yang bakal digantikan telah berurat akar begiutu lama dan sulit dicerabut dari pikiran alam bawah sadar masyarakat.
Jika kondisi demikian terjadi, peran pemerintah sebagai regulator akan sangat diperlukan. Dengan otoritas yang dimilikinya, pemerintah bisa mengenalkan dan mengedukasi masyarakat terkait pentingnya penggunaan teknologi jenis baru. Langkah tersebut, misalnya, diambil pemerintah saat melakukan konversi bahan bakar dari minyak tanah ke gas Liquified Petroleum (LPG).
Sejak digalakkan pada 2007-2015 lalu atau sembilan tahun masa program konversi, pemerintah lewat Pertamina berhasil membagikan 57,19 juta paket perdana LPG 3 kilogram. Program ini berlanjut tahun 2018. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM, Pertamina mendapatkan mandat untuk menyediakan dan mendistribusikan 531.131 paket LPG 3 kg kepada calon penerima paket perdana.
Dari segi efisiensi ekonomi, Bank Indonesia (BI) mengklaim konversi minyak tanah ke gas telah mampu memberikan penghematan kepada pemerintah senilai Rp197 triliun selama 10 tahun program bergulir.
Dengan berbagai pertimbangan, pemerintah juga meluncurkan program konversi hasil inovasi teknologi di sektor keuangan yang bertujuan untuk menggantikan transaksi uang fisik. Program tersebut secara resmi diluncurkan dengan nama Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada Agustus 2014 lalu.
Pencanangan GNNT ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang bersifat mudah, aman dan efisien. Jika transaksi non tunai berkembang, maka gelontoran dana untuk pencetakan dan pendistribusian uang rupiah fisik yang mencapai triliunan per tahun bisa ditekan.
Berdasarkan survei yang dilakukan McKinsey tahun 2013, porsi penggunaan uang tunai dalam transaksi pembayaran di Indonesia masih sangat tinggi yakni 99,4%, sementara non tunai hanya berkontribusi 0,6%. Level aktivitas transaksi non tunai di tanah air masih kalah ketimbang transaksi di sejumlah negara tetangga macam Thailand (2.8%), Malaysia (7.7%) dan Singapura (44.5%).
Sejak semula diluncurkan, BI telah menggandeng Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) untuk terlibat dalam menyukseskan program. Mereka juga menggandeng sejumlah perbankan milik pemerintah daerah dan swasta untuk ikut serta. Sebagai BUMD milik Pemprov Jabar, bank bjb ikut berpartisipasi sejak awal.
Bentuk partisipasi yang dilakukan bank bjb salah satunya dengan cara penerbitan kartu e-money yang diluncurkan pada pengujung 2016 lalu. Penerbitan kartu e-money yang merupakan hasil kerjasama dengan Bank Mandiri dan dijual melalui kantor-kantor cabang bank bjb yang tersebar di Jawa Barat, Banten, DKI, maupun di luar wilayah tersebut.
Pada tahap awal, pendistribusian kartu akan difokuskan pada 33 kantor layanan bank bjb. Nantinya, kartu e-money ini dapat digunakan di merchant-merchant yang telah bekerja sama dengan Bank Mandiri, seperti sektor transportasi, merchant retail, merchant kuliner, theme park, maupun sektor potensial lainnya.
“Selain mendukung program Gerakan Nasional Non Tunai, kami berharap dengan adanya launching kartu e-money bank bjb, dapat lebih meningkatkan kinerja bisnis bank bjb di perbankan nasional sehingga secara jangka panjang bank ini akan terus semakin tumbuh dan berkembang,” kata Direksi Konsumer bank bjb, Fermiyanti.
Tercatat hingga September 2017, sebanyak 10.000 kartu e-money bank bjb telah diterbitkan bank bjb. Saat ini, uang elektronik berlogo e-money dapat digunakan untuk melakukan transaksi di 946 merchant dengan jumlah outlet sebanyak lebih dari 52 ribu unit.
Kartu e-money bank bjb dapat digunakan untuk bertransaksi di jalan tol, pembayaran bus (Transjakarta, Trans Jogja dan Batik Solo Trans), Kereta (RaiLink Medan dan Jakarta Commuter Line), Parkir (Quality Parking, Secure Parking), toko-toko ritel, SPBU, Restauran cepat saji dan arena rekreasi.
“Saat ini adalah zamannya teknologi yang canggih, kemunculan generasi milenial yang ingin serba praktis adalah sebuah trigger bagi kami untuk mengembangkan teknologi informasi di bank bjb dan menciptakan inovasi layanan kami untuk terus memberikan yang terbaik. Kami akan terus berkomitmen untuk memberikan berbagai kemudahan bagi masyarakat Indonesia, khususnya untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai di Indonesia,” tambah Fermiyanti.
Selanjutnya, bank bjb juga terlibat dalam peluncuran Bandung Smart Card (BSC)yang diinisiasi Pemerintah Kota Bandung. Kartu yang dikeluarkan pertengahan Agustus 2018 ini merupakan alat pembayaran non tunai yang dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi.
“Kami ikut memfasilitasi program Pemkot Bandung, bagaimana masyarakat Bandung bisa melakukan transaksi tanpa menggunakan uang tunai. Semua menggunakan kartu. Sehingga di dompet tidak perlu bawa uang lagi. Cukup handphone dan kartu,” kata Fermiyanti.
Kartu ini memiliki kesamaan fungsi dengan kartu uang elektronik lainnya. Kelebihannya, kartu ini telah terintegrasi dengan kedelapan bank sehingga dapat digunakan di merchant-merchant yang bekerja sama dengan delapan bank tersebut. Sebagai langkah awal, pemerintah mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Bandung untuk memanfaatkan fasilitas BSC untuk segala kebutuhan.
BSC ini terdiri atas dua pilihan sistem, yakni uang elektronik dengan nominal saldo maksimal Rp2 juta dan sistem kartu debit yang nominal maksimal Rp10 juta. Kartu ini akan memberikan berbagai manfat bagi warga Kota Bandung mulai dari sisi perencanaan keuangan, keamanan, kemegahan terintegrasi, kecepatan transaksi, hingga meminimalisir risiko dalam bertransaksi.
Lain halnya dengan sistem debit pada umumnya sistem kartu debit ini lebih terintegritas dengan keamanan yang lebih terjamin. Kartu ini diverifikasikan dengan indentitas kepemilikan lantaran saldo maksimal nominal uang dalam kartu tersebut mencapai Rp10 juta.
“Keunggulan kartu ini, warga kota Bandung jadi punya identitas atau kebanggaan dalam bertransaksi. Untuk pegisian nominal uang kartu ini pun bisa dilakukan di bank yang sudah menyiapkan smart card ini, atau bisa juga datang langsung ke delapan bank merchant. Nanti kalau animo masyarakat tinggi bisa beli voucher uangnya di mini market atau koperasi juga,” kata Kepala Bidang Persandian dan Aplikasi Persandian pada Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Bandung, Srie Dhiandini.
Untuk mendapatkan kartu ini, pengguna dapat mengunjungi bank terdekat atau melalui minimarket dengan membeli seharga Rp20.000–Rp25.000. Pengguna tidak perlu membuat akun bank terlebih dahulu. Adapun dalam mengisi kartu dengan nominal uang, warga dapat melakukan top-up melalui ATM. Besaran top-up mulai Rp25.000 sampai Rp1 juta. Dalam satu kartu, maksimal nominal adalah Rp2 juta.
“Kartu ini di-endorse Pemkot Bandung sehingga kalau ada hal-hal kurang berkenan Pemkot Bandung ikut bertanggung jawab, memediasi, sosialisasi dengan maksimal. Artinya kami sebagai pimpinan sebuah daerah ikut berkewajiban menyambut dan mengkampanyekan masyarakat nontunai melalui Bandung Smart Card,” kata Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil.
Dukungan terhadap GNNT ini juga lewat program pengelolaan penyaluran dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) berbasis aplikasi ‘Si-BOS’. Program itu memberi fasilitas kepada guru dalam bentuk pemberian kartu ATM dengan desain khusus (co-branding). Selain itu, guru akan mendapat diskon, free executive lounge, serta diikutsertakan dalam program undian khusus guru penerima sertifikasi.
“Kami, bank bjb sangat mendukung upaya peningkatan kualitas pendidikan Jawa Barat. Selain itu, salah satu bentuk apresiasi terhadap guru dan tenaga pendidik, kami juga memiliki program bjb Cinta Guru yang merupakan program kerja sama antara bank bjb dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,” kata Direktur Komersial dan Konsumer bank bjb, Suartini.
bank bjb telah bekerjasama dengan Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terkait penyaluran berbasis aplikasi website melalui ‘Si-BOS’. Menurut dia, uji coba implementasi pengelolaan dana BOS non tunai di Jawa Barat telah dilaksanakan di dua kota kepada 27 sekolah di Kota Bandung dan Bogor. Rencananya, pada tahun ini akan dilakukan perluasan uji coba pengelolaan BOS non-tunai.
Transaksi non tunai BOS ini digaungkan setelah melihat keberhasilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merintis transaksi non tunai melalui belanja daring buku Kurikulum 2013 pada tahun anggaran 2016-2017. Implementasi transaksi non tunai melalui sistem perbankan tersebut juga bermanfaat mencegah transaksi yang tidak tepat guna hingga dugaan gratifikasi.
Program ini mewajibkan semua sekolah yang telah memiliki infrastruktur pendukung untuk bertransaksi melalui sistem perbankan. Termasuk transaksi untuk memesan buku wajib dilakukan secara elektronik. Menurut dia, untuk mendukung kebijakan tersebut, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) akan mengembangkan transaksi nontunai di warung-warung sekitar sekolah.
bank bjb sebagai agen pembangunan tentunya akan terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan dan berinovasi terhadap produk dan jasa bank bjb bagi masyarakat dalam rangka membangun Indonesia dan memahami negeri. Sejumlah produk yang telah dikeluarkan untuk mendukung GNNT ini merupakan cerminan bank bjb yang terbuka terhadap inovasi dan adaptif terhadap perubahan zaman serta sebangun dengan visi gagasan terbentuknya cashless society di masa depan. (*Red)